Universitas Gadjah Mada Ikatan Mahasiswa Akuntansi Gadjah Mada
Accounting Students Association of Gadjah Mada
  • Home
  • About Us
    • IMAGAMA
      • Brief History
      • Vision, Mission, and Function
      • Values and Culture
      • Board of Director
      • Organizational Structure
    • Bureaus
      • Human Resource
      • Media & Information System
      • Finance & Administration
    • Departments
      • Career Preparation
      • External Affairs
      • Intellectual Development
      • Organizational Affinity and Service
      • Sport, Art, & Society
  • IDE Corner
    • IDE Times (Article)
    • AQUIFER (Facts & Quiz)
    • ISC & Test Bank
    • Inspiring Stories
  • Opportunities
    • Competitions
    • Scholarships
    • Internship & Career
    • Seminar & Trainings
    • Our Events
  • Contact Us
  • Beranda
  • 2014
  • March
Arsip 2014:

March

Review Hasil Kuliah Umum “The Importance of International Qualification in Facing Global Economics Competition”

Uncategorized Monday, 31 March 2014

Jumat, 28 Maret 2014 di Audio Visual

 

Tentang Pembicara:

–          Bapak Mulyadi Setiakusuma, Head of ACCA Indonesia

–          Menyelesaikan program S1 Akuntansi di Universitas Tarumanegara

–          Menjadi General Manager City Bank  di usia 21 tahun dalam  kondisi belum wisuda

–          Menjadi 10 Karyawan Baru terbaik di City Bank diantara 300 orang lainnya yang terdiri dari 200 karyawan domestik dan 100 karyawan asing

–          Lengser dari City Bank pada saat pergantian presiden dari Abdurrahman Wahid  ke Megawati Soekarno Putri dan melanjutkan karir di Bank Commonwealth, Australia sekaligus mendapatkan penghargaan Manager Sales Award di Australia

–          Menjadi manager ACCA di usia 34 tahun

 

Isi Presentasi:

AEC pada 2015 akan akan memberikan gejala “Borderless” dalam lingkup negara-negara Asean yang artinya setiap angkatan kerja dapat berpindah dari satu negara ke negara lainnya yang masih dalam lingkup Asean. Tidak ada pembatasan karyawan domestic ataupun asing dalam suatu negara. semua didasarkan  pada kemampuan dan kapabilitas diri masing-masing. Artinya, bila kita tidak punya International Qualification, kita tidak akan mampu bersaing dengan angkatan kerja lain yang memiliki kemampuan yang lebih unggul.

 

Contoh Kasus:

1. Tony Fernandes, CEO Air Asia (India)

Awal mula berkarir sebagai Akuntan di perusahaan Robert Branson. Lalu mengambil pendidikan di ACCA. Setelah mengundurkan diri dari Robert Branson, Ia memutuskan untuk menjadi pengusaha di bidang maskapai pesawat terbang (Air Asia). Banyak orang yang meremehkan usahanya karena Ia tidak memiliki Travel Agent dan hanya melakukan  pendaratan di bandara logistic.

Namun Tony pantang menyerah dan terus memanfaatkan peluang yang ada dengan cara memberikan harga yang fantantis untuk rute-rute tertentu. Hal ini menarik minat banyak orang terutama kalangan mahasiswa yang berjiwa travelling karena dapat membeli tiket pesawat dengan harga yang terjangkau.

Setelah sukses dengan triknya tersebut, kini omset Air Asia sebanding dengan omset Singapore Airlines

2. Irhoan Tanudiredja, Senior Partner PwC

Ikut ACCA karena ingin mampu berkompetisi secara Internasional. Ia mengatakan bahwa, “Selain University Degrees, kita juga butuh kualifikasi profesi secara internasional untuk dapat berkompetisi secara global”.

3. Lenovo dan IBM

Beberapa tahun yang lalu, IBM menyewa Lenovo sebagai salah satu perangkat accessories-nya. Saat ini justru Lenovo yang membeli sahan IBM karena harga saham IBM yang terus menurun. Lenovo lebih berfikir profitable, memikirkan peluang ke depan dan memperhatikan depresiasi sehingga perlu peningkatan mutu di segala aspek.

 

Ada 2 hal terpenting yang harus diimplementasikan oleh seluruh Akuntan  khususnya Akuntan di Indonesia yaitu, Profesionalisme dan Etika karena Akuntan adalah bagian perusahaan yang paling mengetahui seluk beluk keuangan perusahaan. Kecerdasan dan kepiawaian dalam berkarir tidak ada artinya bila tidak didukung oleh etika dalam bekerja.

Untuk menjadi The Best Next Generation, hal yang harus diperhatikan adalah Ideas and Opportunities dan didukung oleh kemampuan bekerja sama yang baik (team work) sehingga lahirlah seorang leader yang berkualitas.

Harapan untuk Indonesia pada tahun 2030 adalah menjadi The Biggest Supplier of Human Talent in Asean.

 

Kesimpulan:

–          Berhubungan dengan AEC 2015, tanpa kualifikasi secara internasional, para angkatan kerja Indonesia yang tidak memiliki kapabilitas dan kemampuan untuk bersaing secara global tidak akan mendapatkan posisi sebaik angkatan kerja dari negara lain di Asean yang memiliki kapabilitas yang lebih tinggi.

–          Untuk terus mempertahankan karir, usaha, dan bisnis, kita harus mampu melihat dan memperkirakan peluang dan resiko yang ada untuk saat ini dan kedepannya. Harus mampu menilai hal-hal yang profitable dan memperhitungkan depresiasi perusahaan.

–          Dalam berkarir, yang harus dilakukan oleh para Akuntan adalah menjadi seseorang yang professional dan memperhatikan etika dalam bekerja karena kepercayaan adalah segala-galanya.

AKUNTANSI FORENSIK

Uncategorized Wednesday, 19 March 2014

Akuntansi forensik menjadi perbincangan hangat di Indonesia beberapa tahun belakang ini. Awal mulanya adalah pada bulan Oktober 1997, Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam dana dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan perbankan kita melakuan overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana (Rush) tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik atau audit investigatif.

Istilah akuntansi forensic kembali mencuat setelah keberhasilanPricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four) dalam membongkar kasus Bank Bali pada tahun 1999. PwC dengan software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu.. 5 Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam kasus ini. Pada tahun 2009, kasus PT Bank Century, Tbk menemukan kejelasan dari Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi Bank Century oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) , hasil kinerja para akuntan forensic dan audit investigasi badan tersebut. Jadi, Apakah yang sebenarnya kita sebut akuntansi forensic? 

Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA), mengatakan secara sederhana, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif”.

Menurut Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (edisi ke 10) dapat diartikan ”berkenaan dengan pengadialan” atau ”berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum”. Oleh karena itu akuntasi forensik dapat diartikan penggunaaan ilmu akuntansi untuk kepentingan hukum.     

Jadi jelas bahwa akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian di bidang audit dan akuntansi yang dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah/sengketa keuangan atau dugaan fraud yang pada akhirnya akan diputuskan oleh pengadilan/ arbitrase/ tempat penyelesaian perkara lainnya. Kasus korupsi, sebagai contoh, pada dasarnya adalah sengketa keuangan antara Negara melawan warganya yang secara resmi telah ditunjuk untuk mengelola pemerintahan. Persengketaan itu harus diselidiki kebenarannya oleh Lembaga Negara (misalnya oleh KPK) dan diputuskan oleh hakim di pengadilan. Jadi investigasi yang dilakukan oleh para Akuntan di BPKP, BPK, KPK dan instansi penegak hukum lainnya pada hakikatnya adalah sebagian tugas-tugas akuntan forensik.

Tugas Akuntansi Forensik

Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation). Disamping itu, ada juga peran akuntan forensik dalam bidang hukum diluar pengadilan (non itigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.

Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jasa Penyelidikan mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penipuan, dan misinterpretasi. Jasa litigasi merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Sehingga, tim audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis forensik untuk membantu memecahkan masalah.

Perkembangan Akuntansi Forensik di Indonesia

Akuntansi forensik mulai digunakan di Indonesia setelah terjadi krisis keuangan pada tahun 1997, hingga saat ini pendekatan akuntansi forensik banyak digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Bank Dunia, dan Kantor-kantor Akuntan Publik di Indonesia

Perkembangan akuntansi forensik di Indonesia cukup maju, namun jika dibandingkan dengan beberapa Negara lain maka Indonesia masih dibilang tertinggal. Australia saat ini sedang menyusun Standar Akuntansi Forensik, sementara Kanada dan Amerika Serikat sudah memiliki standar yang baku, sedangkan Indonesia sama sekali belum memiliki standar yang memadai. Sejauh ini belum banyak kasus-kasus korupsi yang terkuak berkat kemampuan akuntan forensik, namun akuntansi forensik merupakan suatu pengembangan disiplin ilmu akuntansi yang masih tergolong muda dan memiliki prospek yang sangat bagus dalam pemecahan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Dari segi peminat, menurut Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Ahmadi (dalam wawancara 5 maret 2013 untuk hukumonline.com), masih jarang akuntan Indonesia yang mendalami bidang yang satu ini. Tak semua kantor akuntan public membidangi forensik. Yang perlu disayangkan, asosiasi profesi akuntan ini belum melirik forensic sebagai bagian penting dari akuntansi. Dia belum melihat ini sebagai isu yang mendesak untuk diberi perhatian khusus.  Bahkan, Ahmadi sendiri kurang berminat mengambil spesialisasi ini. Alasannya, apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang masih minim. Saya sendiri tak punya kemampuan di situ. Dan saat ini saya tidak punya keinginan untuk mempelajari bidang ini. Belum banyak pasarnya, celetuknya terus terang. Ahmadi sehari-hari buka praktek di Kantor Akuntan Publik KPMG Hadibroto.

Sebenarnya bidang yang masih minim diminati di kalangan akuntan itu sendiri dapat menerbitkan peluang tersendiri. Setidaknya hal itulah yang dibidik oleh KAP PricewaterhouseCooper Indonesia (PwC). Kami saat ini punya 15 akuntan forensik serta 50 akuntan lainnya yang sedang kami bekali berbagai keahlian, termasuk akuntansi forensik, tutur Direktur PwC Widiana Winawati. Widiana juga mengakui bahwa belum banyak akuntan yang melirik profesi unik ini. Hal itu lantaran spesialisas akuntansi forensic di Indonesia tergolong baru, masih banyak akuntan yang belum sadar akan adanya profesi ini.

 

Keahlian Akuntansi Forensik

James (2008) menggunakan 9 (sembilan) item kompentensi keahlian akuntansi forensic yang digunakan dalam penilaian perbedaan persepsi dari pihak Akademisi akuntansi, Praktisi akuntansi, dan pengguna jasa Akuntan forensik yaitu:

1. Analisis deduktif: kemampuan untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi dalam laporan keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi yang wajar.

2. Pemikiran yang kritis : kemampuan untuk membedakan antara opini dan fakta

3. Pemecahan masalah yang tidak terstruktur: kemampuan untuk melakukan pendekatan terhadap masing-masing situasi (khususnya situasi yang tidak wajar) melalui pendekatan yang tidak terstruktur.

4. Fleksibilitas penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar ketentuan/prosedur yang berlaku.

5. Keahlian analitik: kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang seharusnya tersedia)  bukan apa yang telah ada (yang telah tersedia).

6. Komunikasi lisan: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif secara lisan melalui kesaksian ahli dan penjelasan umum tentang dasar-dasar opini.

7.  Komunikasi tertulis: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tulisan melalui laporan, bagan, gambar, dan jadwal tentang dasar-dasar opini.

8.  Pengetahuan tentang hukum: kemampuan untuk memahami proses-proses hokum dasar dan isu-isu hukum termasuk ketentuan bukti (rules of evidence).

9.  Composure: kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang meskipun dalam situasi tertekan.

Menurut Widiana Winawati, direktur PwC, seorang akuntan forensik harus memiliki multitalenta.

Seorang pemeriksa kecurangan (fraud) dapat diumpamakan sebagai gabungan antara pengacara,

akuntan, kriminolog, dan detektif, tandasnya. Selain itu, seorang akuntan forensik harus memiliki

sejumlah sifat dasar. Antara lain, hati-hati, mampu menjaga rahasia pekerjaannya, kreatif, pantang

menyerah, punya rasa ingin tahu yang besar, percaya diri, serta yang paling penting adalah jujur.

Dibanding akuntan lainnya, seorang akuntan forensik memiliki tugas yang paling berat. Kalau akuntan

internal adalah polisi, auditor adalah petugas patroli, dan akuntan forensik adalah seorang detektif.

Tugas utama dari akuntan di perusahaan adalah mencatat dan menjaga kelancaran arus keuangan

perusahaannya. Sedangkan auditor lebih seperti petugas patroli yang melakukan inspeksi dan pengecekan

rutin atas area berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya. Akuntan forensik melakukan inspeksi dan

pengecekan yang lebih terperinci dan seksama dibandingkan dengan petugas patroli.

Masa Depan Akuntansi Forensik

Dunia bisnis yang semakin kompleks, meningkatnya kecenderungan penyelesaian sengketa bisnis di pengadilan, dan makin menurunnya tingkat integritas masyarakat di negara maju–ini ditandai dengan terungkapnya sejumlah mega skandal, seperti kasus Ponzi Scheme oleh Bernard Madoff di Amerika Serikat yang merugikan nasabah kurang lebih US$ 50 billion– membuat profesi sebagai akuntan forensik makin dibutuhkan oleh semua pihak.

Di Indonesia, kasus-kasus korupsi yang makin banyak terungkap dan semakin beragam jenisnya dan belum terlihat ada kecenderungan penurunan juga pada hakekatnya membuktikan saat ini dan di masa datang makin diperlukan keahlian di bidang akuntansi forensik.

Menurut The U.S. News and World Report (2002), akuntansi forensik berada di urutan teratas daftar karir dengan masa depan paling cerah. US News & World Report mengidentifikasi akuntansi forensik sebagai salah satu dari “20 trek pekerjaan panas di masa depan.”

 

 

Sumber

hukumonline.com

 

http://akuntansi.nscpolteksby.ac.id/2013/03/melihat-akuntansi-forensik-dari_5.html

Makalah Akuntansi Forensik di Indonesia oleh Kesih Sukesih . 2012

Akuntansi forensik menjadi perbincangan hangat di Indonesia beberapa tahun belakang ini. Awal mulanya adalah pada bulan Oktober 1997, Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam dana dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan perbankan kita melakuan overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana (Rush) tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik atau audit investigatif.

          Istilah akuntansi forensic kembali mencuat setelah keberhasilanPricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four) dalam membongkar kasus Bank Bali pada tahun 1999. PwC dengan software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu.. 5 Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam kasus ini. Pada tahun 2009, kasus PT Bank Century, Tbk menemukan kejelasan dari Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi Bank Century oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) , hasil kinerja para akuntan forensic dan audit investigasi badan tersebut. Jadi, Apakah yang sebenarnya kita sebut akuntansi forensic? 

          Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA), mengatakan secara sederhana, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif”.

Menurut Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (edisi ke 10) dapat diartikan ”berkenaan dengan pengadialan” atau ”berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum”. Oleh karena itu akuntasi forensik dapat diartikan penggunaaan ilmu akuntansi untuk kepentingan hukum.     

Jadi jelas bahwa akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian di bidang audit dan akuntansi yang dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah/sengketa keuangan atau dugaan fraud yang pada akhirnya akan diputuskan oleh pengadilan/ arbitrase/ tempat penyelesaian perkara lainnya. Kasus korupsi, sebagai contoh, pada dasarnya adalah sengketa keuangan antara Negara melawan warganya yang secara resmi telah ditunjuk untuk mengelola pemerintahan. Persengketaan itu harus diselidiki kebenarannya oleh Lembaga Negara (misalnya oleh KPK) dan diputuskan oleh hakim di pengadilan. Jadi investigasi yang dilakukan oleh para Akuntan di BPKP, BPK, KPK dan instansi penegak hukum lainnya pada hakikatnya adalah sebagian tugas-tugas akuntan forensik.

Tugas Akuntansi Forensik

Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation). Disamping itu, ada juga peran akuntan forensik dalam bidang hukum diluar pengadilan (non itigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.

Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jasa Penyelidikan mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penipuan, dan misinterpretasi. Jasa litigasi merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Sehingga, tim audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis forensik untuk membantu memecahkan masalah.

Perkembangan Akuntansi Forensik di Indonesia

Akuntansi forensik mulai digunakan di Indonesia setelah terjadi krisis keuangan pada tahun 1997, hingga saat ini pendekatan akuntansi forensik banyak digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Bank Dunia, dan Kantor-kantor Akuntan Publik di Indonesia

Perkembangan akuntansi forensik di Indonesia cukup maju, namun jika dibandingkan dengan beberapa Negara lain maka Indonesia masih dibilang tertinggal. Australia saat ini sedang menyusun Standar Akuntansi Forensik, sementara Kanada dan Amerika Serikat sudah memiliki standar yang baku, sedangkan Indonesia sama sekali belum memiliki standar yang memadai. Sejauh ini belum banyak kasus-kasus korupsi yang terkuak berkat kemampuan akuntan forensik, namun akuntansi forensik merupakan suatu pengembangan disiplin ilmu akuntansi yang masih tergolong muda dan memiliki prospek yang sangat bagus dalam pemecahan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Dari segi peminat, menurut Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Ahmadi (dalam wawancara 5 maret 2013 untuk hukumonline.com), masih jarang akuntan Indonesia yang mendalami bidang yang satu ini. Tak semua kantor akuntan public membidangi forensik. Yang perlu disayangkan, asosiasi profesi akuntan ini belum melirik forensic sebagai bagian penting dari akuntansi. Dia belum melihat ini sebagai isu yang mendesak untuk diberi perhatian khusus.  Bahkan, Ahmadi sendiri kurang berminat mengambil spesialisasi ini. Alasannya, apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang masih minim. Saya sendiri tak punya kemampuan di situ. Dan saat ini saya tidak punya keinginan untuk mempelajari bidang ini. Belum banyak pasarnya, celetuknya terus terang. Ahmadi sehari-hari buka praktek di Kantor Akuntan Publik KPMG Hadibroto.

Sebenarnya bidang yang masih minim diminati di kalangan akuntan itu sendiri dapat menerbitkan peluang tersendiri. Setidaknya hal itulah yang dibidik oleh KAP PricewaterhouseCooper Indonesia (PwC). Kami saat ini punya 15 akuntan forensik serta 50 akuntan lainnya yang sedang kami bekali berbagai keahlian, termasuk akuntansi forensik, tutur Direktur PwC Widiana Winawati. Widiana juga mengakui bahwa belum banyak akuntan yang melirik profesi unik ini. Hal itu lantaran spesialisas akuntansi forensic di Indonesia tergolong baru, masih banyak akuntan yang belum sadar akan adanya profesi ini.

 

Keahlian Akuntansi Forensik

James (2008) menggunakan 9 (sembilan) item kompentensi keahlian akuntansi forensic yang digunakan dalam penilaian perbedaan persepsi dari pihak Akademisi akuntansi, Praktisi akuntansi, dan pengguna jasa Akuntan forensik yaitu:

1. Analisis deduktif: kemampuan untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi dalam laporan keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi yang wajar.

2. Pemikiran yang kritis : kemampuan untuk membedakan antara opini dan fakta

3. Pemecahan masalah yang tidak terstruktur: kemampuan untuk melakukan pendekatan terhadap masing-masing situasi (khususnya situasi yang tidak wajar) melalui pendekatan yang tidak terstruktur.

4. Fleksibilitas penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar ketentuan/prosedur yang berlaku.

5. Keahlian analitik: kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang seharusnya tersedia)  bukan apa yang telah ada (yang telah tersedia).

6. Komunikasi lisan: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif secara lisan melalui kesaksian ahli dan penjelasan umum tentang dasar-dasar opini.

7.  Komunikasi tertulis: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tulisan melalui laporan, bagan, gambar, dan jadwal tentang dasar-dasar opini.

8.  Pengetahuan tentang hukum: kemampuan untuk memahami proses-proses hokum dasar dan isu-isu hukum termasuk ketentuan bukti (rules of evidence).

9.  Composure: kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang meskipun dalam situasi tertekan.

 

Menurut Widiana Winawati, direktur PwC, seorang akuntan forensik harus memiliki multitalenta.  Seorang pemeriksa kecurangan (fraud) dapat diumpamakan sebagai gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif, tandasnya. Selain itu, seorang akuntan forensik harus memiliki sejumlah sifat dasar. Antara lain, hati-hati, mampu menjaga rahasia pekerjaannya, kreatif, pantang menyerah, punya rasa ingin tahu yang besar, percaya diri, serta yang paling penting adalah jujur.
Dibanding akuntan lainnya, seorang akuntan forensik memiliki tugas yang paling berat. Kalau akuntan internal adalah polisi, auditor adalah petugas patroli, dan akuntan forensik adalah seorang detektif.

Tugas utama dari akuntan di perusahaan adalah mencatat dan menjaga kelancaran arus keuangan perusahaannya. Sedangkan auditor lebih seperti petugas patroli yang melakukan inspeksi dan pengecekan rutin atas area berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya. Akuntan forensik melakukan inspeksi dan pengecekan yang lebih terperinci dan seksama dibandingkan dengan petugas patroli.

Masa Depan Akuntansi Forensik

Dunia bisnis yang semakin kompleks, meningkatnya kecenderungan penyelesaian sengketa bisnis di pengadilan, dan makin menurunnya tingkat integritas masyarakat di negara maju–ini ditandai dengan terungkapnya sejumlah mega skandal, seperti kasus Ponzi Scheme oleh Bernard Madoff di Amerika Serikat yang merugikan nasabah kurang lebih US$ 50 billion– membuat profesi sebagai akuntan forensik makin dibutuhkan oleh semua pihak.

Di Indonesia, kasus-kasus korupsi yang makin banyak terungkap dan semakin beragam jenisnya dan belum terlihat ada kecenderungan penurunan juga pada hakekatnya membuktikan saat ini dan di masa datang makin diperlukan keahlian di bidang akuntansi forensik.

Menurut The U.S. News and World Report (2002), akuntansi forensik berada di urutan teratas daftar karir dengan masa depan paling cerah. US News & World Report mengidentifikasi akuntansi forensik sebagai salah satu dari “20 trek pekerjaan panas di masa depan.”

 

 

Sumber

hukumonline.com

http://akuntansi.nscpolteksby.ac.id/2013/03/melihat-akuntansi-forensik-dari_5.html

Makalah Akuntansi Forensik di Indonesia oleh Kesih Sukesih . 2012

Kuliah Umum Fraud Audit

Uncategorized Sunday, 16 March 2014

Kuliah Umum “Fraud Audit” merupakan acara yang terselenggara atas kerja sama Imagama dan Ernst & Young. Acara ini bertempat di Auditorium BRI, gedung M.Si pada hari Jumat, 28 Februari 2014. Acara dimulai pukul 09.00 sampai 11.00. Terdapat dua pembicara dalam kuliah umum ini, yang pertama adalah bapak Amien Sunaryadi (Partner Assurance KAP Purwanto, Suherman & Surja) dan bapak Agung Purwanto (Partner Assurance KAP Purwanto, Suherman & Surja).

Acara kuliah umum ini terbagi menjadi dua sesi. Sesi yang pertama adalah materi mengenai  gambaran umum profesi auditor serta penjelasan singkat mengenai Ernst & Young. Pada sesi pertama ini, materi disampaikan oleh  bapak Agung Purwanto, yang juga merupakan alumni dari jurusan Akuntansi ,Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada. Selanjutanya sesi kedua diisi oleh bapak Agung Purwanto dengan pembahasan materi mengenai pengenalan Audit, pembahasan Fraud Audit serta gambaran singkat dunia Audit di Indonesia.

Dengan mengikuti  kuliah umum ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan para peserta mengenai informasi – informasi seputar akuntansi, khususnya  fraud audit. Kuliah umum ditutup dengan penyampain tips dalam belajar materi audit oleh bapak Agung Purwanto.

Recent Posts

  • Creative Accounting: Kecerdikan ataukah Fraud?
  • [Kolaborasi IDE Times X ESC] THR dan Ekonomi Lebaran: Antara Euforia Konsumsi dan Inflasi Musiman
  • Perang Dagang dan Pelaporan Keuangan: Implikasi Tarif terhadap Persediaan, Aset, dan Laba
  • IFRS vs GAAP, Serupa Tapi Tak Sama
  • Get to Know IFRS 18: Better Information for Better Analysis
Universitas Gadjah Mada

Faculty of Economics & Business
Universitas Gadjah Mada
Student Club Lounge, 1st Floor, North Wing
Sosio Humaniora Street, Number 1
Bulaksumur, Yogyakarta, 55281
Indonesia

Email : imagama.feb@ugm.ac.id

   

Your Lifetime Partner,
IMAGAMA

© IMAGAMA FEB UGM 2024

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY