G20 (Group of 20) merupakan forum kerjasama multilateral ekonomi terbesar di dunia yang merepresentasikan 20 negara dengan perekonomian terkuat dan mencakup 80% PDB dunia. Pada tahun 2022, Indonesia diberi kehormatan untuk memegang presidensi G20 yang akan diselenggarakan pada bulan November 2022 di Pulau Bali. Berbagai macam hal menjadi sorotan dan bahasan pada forum ini salah satunya, yaitu restrukturisasi sistem perpajakan dunia yang kurang transparan dan membutuhkan pembenahan. Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani mengatakan bahwa aturan perpajakan internasional perlu diubah di tengah pertumbuhan digitalisasi dan pandemi Covid-19. Melalui G20, negara-negara berkembang dapat didorong untuk mengimplementasikan standar perpajakan internasional dan meminimalisir minimnya ruang fiskal di banyak negara.
Pada Februari 2022, menteri keuangan Indonesia bersama gubernur bank sentral G20 melakukan pertemuan untuk menyepakati 2 pilar perpajakan internasional yang akan diimplementasikan pada tahun 2023 guna meminimalisir hilangnya potensi pajak akibat digitalisasi, penghindaran pajak (tax avoidance), dan penggelapan pajak (tax evasion). Pilar perpajakan internasional yang pertama menyinggung terkait prinsip perpajakan bagi sektor digital, sedangkan pilar perpajakan internasional yang kedua menyinggung terkait penerapan pajak minimum global bagi perusahaan multinasional atau Global Anti Base Erosion (Globe). Indonesia sebagai pemegang presidensi G20 tahun 2022 perlu melakukan implementasi sistem keuangan dunia yang bertumbuh dan berkelanjutan, terutama di negara berkembang. Lantas, bagaimana peran Indonesia untuk mengatasi berbagai permasalahan fiskal dalam ruang internasional?
Arsip 2022: