Akuntansi forensik menjadi perbincangan hangat di Indonesia beberapa tahun belakang ini. Awal mulanya adalah pada bulan Oktober 1997, Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam dana dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan perbankan kita melakuan overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana (Rush) tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik atau audit investigatif.
Istilah akuntansi forensic kembali mencuat setelah keberhasilanPricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four) dalam membongkar kasus Bank Bali pada tahun 1999. PwC dengan software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu.. 5 Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam kasus ini. Pada tahun 2009, kasus PT Bank Century, Tbk menemukan kejelasan dari Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi Bank Century oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) , hasil kinerja para akuntan forensic dan audit investigasi badan tersebut. Jadi, Apakah yang sebenarnya kita sebut akuntansi forensic?
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA), mengatakan secara sederhana, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif”.
Menurut Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (edisi ke 10) dapat diartikan ”berkenaan dengan pengadialan” atau ”berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum”. Oleh karena itu akuntasi forensik dapat diartikan penggunaaan ilmu akuntansi untuk kepentingan hukum.
Jadi jelas bahwa akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian di bidang audit dan akuntansi yang dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah/sengketa keuangan atau dugaan fraud yang pada akhirnya akan diputuskan oleh pengadilan/ arbitrase/ tempat penyelesaian perkara lainnya. Kasus korupsi, sebagai contoh, pada dasarnya adalah sengketa keuangan antara Negara melawan warganya yang secara resmi telah ditunjuk untuk mengelola pemerintahan. Persengketaan itu harus diselidiki kebenarannya oleh Lembaga Negara (misalnya oleh KPK) dan diputuskan oleh hakim di pengadilan. Jadi investigasi yang dilakukan oleh para Akuntan di BPKP, BPK, KPK dan instansi penegak hukum lainnya pada hakikatnya adalah sebagian tugas-tugas akuntan forensik.
Tugas Akuntansi Forensik
Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation). Disamping itu, ada juga peran akuntan forensik dalam bidang hukum diluar pengadilan (non itigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.
Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jasa Penyelidikan mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penipuan, dan misinterpretasi. Jasa litigasi merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Sehingga, tim audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis forensik untuk membantu memecahkan masalah.
Perkembangan Akuntansi Forensik di Indonesia
Akuntansi forensik mulai digunakan di Indonesia setelah terjadi krisis keuangan pada tahun 1997, hingga saat ini pendekatan akuntansi forensik banyak digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Bank Dunia, dan Kantor-kantor Akuntan Publik di Indonesia
Perkembangan akuntansi forensik di Indonesia cukup maju, namun jika dibandingkan dengan beberapa Negara lain maka Indonesia masih dibilang tertinggal. Australia saat ini sedang menyusun Standar Akuntansi Forensik, sementara Kanada dan Amerika Serikat sudah memiliki standar yang baku, sedangkan Indonesia sama sekali belum memiliki standar yang memadai. Sejauh ini belum banyak kasus-kasus korupsi yang terkuak berkat kemampuan akuntan forensik, namun akuntansi forensik merupakan suatu pengembangan disiplin ilmu akuntansi yang masih tergolong muda dan memiliki prospek yang sangat bagus dalam pemecahan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Dari segi peminat, menurut Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Ahmadi (dalam wawancara 5 maret 2013 untuk hukumonline.com), masih jarang akuntan Indonesia yang mendalami bidang yang satu ini. Tak semua kantor akuntan public membidangi forensik. Yang perlu disayangkan, asosiasi profesi akuntan ini belum melirik forensic sebagai bagian penting dari akuntansi. Dia belum melihat ini sebagai isu yang mendesak untuk diberi perhatian khusus. Bahkan, Ahmadi sendiri kurang berminat mengambil spesialisasi ini. Alasannya, apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang masih minim. Saya sendiri tak punya kemampuan di situ. Dan saat ini saya tidak punya keinginan untuk mempelajari bidang ini. Belum banyak pasarnya, celetuknya terus terang. Ahmadi sehari-hari buka praktek di Kantor Akuntan Publik KPMG Hadibroto.
Sebenarnya bidang yang masih minim diminati di kalangan akuntan itu sendiri dapat menerbitkan peluang tersendiri. Setidaknya hal itulah yang dibidik oleh KAP PricewaterhouseCooper Indonesia (PwC). Kami saat ini punya 15 akuntan forensik serta 50 akuntan lainnya yang sedang kami bekali berbagai keahlian, termasuk akuntansi forensik, tutur Direktur PwC Widiana Winawati. Widiana juga mengakui bahwa belum banyak akuntan yang melirik profesi unik ini. Hal itu lantaran spesialisas akuntansi forensic di Indonesia tergolong baru, masih banyak akuntan yang belum sadar akan adanya profesi ini.
Keahlian Akuntansi Forensik
James (2008) menggunakan 9 (sembilan) item kompentensi keahlian akuntansi forensic yang digunakan dalam penilaian perbedaan persepsi dari pihak Akademisi akuntansi, Praktisi akuntansi, dan pengguna jasa Akuntan forensik yaitu:
1. Analisis deduktif: kemampuan untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi dalam laporan keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi yang wajar.
2. Pemikiran yang kritis : kemampuan untuk membedakan antara opini dan fakta
3. Pemecahan masalah yang tidak terstruktur: kemampuan untuk melakukan pendekatan terhadap masing-masing situasi (khususnya situasi yang tidak wajar) melalui pendekatan yang tidak terstruktur.
4. Fleksibilitas penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar ketentuan/prosedur yang berlaku.
5. Keahlian analitik: kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang seharusnya tersedia) bukan apa yang telah ada (yang telah tersedia).
6. Komunikasi lisan: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif secara lisan melalui kesaksian ahli dan penjelasan umum tentang dasar-dasar opini.
7. Komunikasi tertulis: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tulisan melalui laporan, bagan, gambar, dan jadwal tentang dasar-dasar opini.
8. Pengetahuan tentang hukum: kemampuan untuk memahami proses-proses hokum dasar dan isu-isu hukum termasuk ketentuan bukti (rules of evidence).
9. Composure: kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang meskipun dalam situasi tertekan.
Menurut Widiana Winawati, direktur PwC, seorang akuntan forensik harus memiliki multitalenta.
Seorang pemeriksa kecurangan (fraud) dapat diumpamakan sebagai gabungan antara pengacara,
akuntan, kriminolog, dan detektif, tandasnya. Selain itu, seorang akuntan forensik harus memiliki
sejumlah sifat dasar. Antara lain, hati-hati, mampu menjaga rahasia pekerjaannya, kreatif, pantang
menyerah, punya rasa ingin tahu yang besar, percaya diri, serta yang paling penting adalah jujur.
Dibanding akuntan lainnya, seorang akuntan forensik memiliki tugas yang paling berat. Kalau akuntan
internal adalah polisi, auditor adalah petugas patroli, dan akuntan forensik adalah seorang detektif.
Tugas utama dari akuntan di perusahaan adalah mencatat dan menjaga kelancaran arus keuangan
perusahaannya. Sedangkan auditor lebih seperti petugas patroli yang melakukan inspeksi dan pengecekan
rutin atas area berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya. Akuntan forensik melakukan inspeksi dan
pengecekan yang lebih terperinci dan seksama dibandingkan dengan petugas patroli.
Masa Depan Akuntansi Forensik
Dunia bisnis yang semakin kompleks, meningkatnya kecenderungan penyelesaian sengketa bisnis di pengadilan, dan makin menurunnya tingkat integritas masyarakat di negara maju–ini ditandai dengan terungkapnya sejumlah mega skandal, seperti kasus Ponzi Scheme oleh Bernard Madoff di Amerika Serikat yang merugikan nasabah kurang lebih US$ 50 billion– membuat profesi sebagai akuntan forensik makin dibutuhkan oleh semua pihak.
Di Indonesia, kasus-kasus korupsi yang makin banyak terungkap dan semakin beragam jenisnya dan belum terlihat ada kecenderungan penurunan juga pada hakekatnya membuktikan saat ini dan di masa datang makin diperlukan keahlian di bidang akuntansi forensik.
Menurut The U.S. News and World Report (2002), akuntansi forensik berada di urutan teratas daftar karir dengan masa depan paling cerah. US News & World Report mengidentifikasi akuntansi forensik sebagai salah satu dari “20 trek pekerjaan panas di masa depan.”
Sumber
hukumonline.com
http://akuntansi.nscpolteksby.ac.id/2013/03/melihat-akuntansi-forensik-dari_5.html
Makalah Akuntansi Forensik di Indonesia oleh Kesih Sukesih . 2012
Akuntansi forensik menjadi perbincangan hangat di Indonesia beberapa tahun belakang ini. Awal mulanya adalah pada bulan Oktober 1997, Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam dana dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan perbankan kita melakuan overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana (Rush) tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik atau audit investigatif.
Istilah akuntansi forensic kembali mencuat setelah keberhasilanPricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four) dalam membongkar kasus Bank Bali pada tahun 1999. PwC dengan software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu.. 5 Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam kasus ini. Pada tahun 2009, kasus PT Bank Century, Tbk menemukan kejelasan dari Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi Bank Century oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) , hasil kinerja para akuntan forensic dan audit investigasi badan tersebut. Jadi, Apakah yang sebenarnya kita sebut akuntansi forensic?
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA), mengatakan secara sederhana, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif”.
Menurut Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (edisi ke 10) dapat diartikan ”berkenaan dengan pengadialan” atau ”berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum”. Oleh karena itu akuntasi forensik dapat diartikan penggunaaan ilmu akuntansi untuk kepentingan hukum.
Jadi jelas bahwa akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian di bidang audit dan akuntansi yang dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah/sengketa keuangan atau dugaan fraud yang pada akhirnya akan diputuskan oleh pengadilan/ arbitrase/ tempat penyelesaian perkara lainnya. Kasus korupsi, sebagai contoh, pada dasarnya adalah sengketa keuangan antara Negara melawan warganya yang secara resmi telah ditunjuk untuk mengelola pemerintahan. Persengketaan itu harus diselidiki kebenarannya oleh Lembaga Negara (misalnya oleh KPK) dan diputuskan oleh hakim di pengadilan. Jadi investigasi yang dilakukan oleh para Akuntan di BPKP, BPK, KPK dan instansi penegak hukum lainnya pada hakikatnya adalah sebagian tugas-tugas akuntan forensik.
Tugas Akuntansi Forensik
Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation). Disamping itu, ada juga peran akuntan forensik dalam bidang hukum diluar pengadilan (non itigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.
Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jasa Penyelidikan mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penipuan, dan misinterpretasi. Jasa litigasi merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Sehingga, tim audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis forensik untuk membantu memecahkan masalah.
Perkembangan Akuntansi Forensik di Indonesia
Akuntansi forensik mulai digunakan di Indonesia setelah terjadi krisis keuangan pada tahun 1997, hingga saat ini pendekatan akuntansi forensik banyak digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Bank Dunia, dan Kantor-kantor Akuntan Publik di Indonesia
Perkembangan akuntansi forensik di Indonesia cukup maju, namun jika dibandingkan dengan beberapa Negara lain maka Indonesia masih dibilang tertinggal. Australia saat ini sedang menyusun Standar Akuntansi Forensik, sementara Kanada dan Amerika Serikat sudah memiliki standar yang baku, sedangkan Indonesia sama sekali belum memiliki standar yang memadai. Sejauh ini belum banyak kasus-kasus korupsi yang terkuak berkat kemampuan akuntan forensik, namun akuntansi forensik merupakan suatu pengembangan disiplin ilmu akuntansi yang masih tergolong muda dan memiliki prospek yang sangat bagus dalam pemecahan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Dari segi peminat, menurut Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Ahmadi (dalam wawancara 5 maret 2013 untuk hukumonline.com), masih jarang akuntan Indonesia yang mendalami bidang yang satu ini. Tak semua kantor akuntan public membidangi forensik. Yang perlu disayangkan, asosiasi profesi akuntan ini belum melirik forensic sebagai bagian penting dari akuntansi. Dia belum melihat ini sebagai isu yang mendesak untuk diberi perhatian khusus. Bahkan, Ahmadi sendiri kurang berminat mengambil spesialisasi ini. Alasannya, apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang masih minim. Saya sendiri tak punya kemampuan di situ. Dan saat ini saya tidak punya keinginan untuk mempelajari bidang ini. Belum banyak pasarnya, celetuknya terus terang. Ahmadi sehari-hari buka praktek di Kantor Akuntan Publik KPMG Hadibroto.
Sebenarnya bidang yang masih minim diminati di kalangan akuntan itu sendiri dapat menerbitkan peluang tersendiri. Setidaknya hal itulah yang dibidik oleh KAP PricewaterhouseCooper Indonesia (PwC). Kami saat ini punya 15 akuntan forensik serta 50 akuntan lainnya yang sedang kami bekali berbagai keahlian, termasuk akuntansi forensik, tutur Direktur PwC Widiana Winawati. Widiana juga mengakui bahwa belum banyak akuntan yang melirik profesi unik ini. Hal itu lantaran spesialisas akuntansi forensic di Indonesia tergolong baru, masih banyak akuntan yang belum sadar akan adanya profesi ini.
Keahlian Akuntansi Forensik
James (2008) menggunakan 9 (sembilan) item kompentensi keahlian akuntansi forensic yang digunakan dalam penilaian perbedaan persepsi dari pihak Akademisi akuntansi, Praktisi akuntansi, dan pengguna jasa Akuntan forensik yaitu:
1. Analisis deduktif: kemampuan untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi dalam laporan keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi yang wajar.
2. Pemikiran yang kritis : kemampuan untuk membedakan antara opini dan fakta
3. Pemecahan masalah yang tidak terstruktur: kemampuan untuk melakukan pendekatan terhadap masing-masing situasi (khususnya situasi yang tidak wajar) melalui pendekatan yang tidak terstruktur.
4. Fleksibilitas penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar ketentuan/prosedur yang berlaku.
5. Keahlian analitik: kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang seharusnya tersedia) bukan apa yang telah ada (yang telah tersedia).
6. Komunikasi lisan: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif secara lisan melalui kesaksian ahli dan penjelasan umum tentang dasar-dasar opini.
7. Komunikasi tertulis: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tulisan melalui laporan, bagan, gambar, dan jadwal tentang dasar-dasar opini.
8. Pengetahuan tentang hukum: kemampuan untuk memahami proses-proses hokum dasar dan isu-isu hukum termasuk ketentuan bukti (rules of evidence).
9. Composure: kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang meskipun dalam situasi tertekan.
Menurut Widiana Winawati, direktur PwC, seorang akuntan forensik harus memiliki multitalenta. Seorang pemeriksa kecurangan (fraud) dapat diumpamakan sebagai gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif, tandasnya. Selain itu, seorang akuntan forensik harus memiliki sejumlah sifat dasar. Antara lain, hati-hati, mampu menjaga rahasia pekerjaannya, kreatif, pantang menyerah, punya rasa ingin tahu yang besar, percaya diri, serta yang paling penting adalah jujur.
Dibanding akuntan lainnya, seorang akuntan forensik memiliki tugas yang paling berat. Kalau akuntan internal adalah polisi, auditor adalah petugas patroli, dan akuntan forensik adalah seorang detektif.
Tugas utama dari akuntan di perusahaan adalah mencatat dan menjaga kelancaran arus keuangan perusahaannya. Sedangkan auditor lebih seperti petugas patroli yang melakukan inspeksi dan pengecekan rutin atas area berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya. Akuntan forensik melakukan inspeksi dan pengecekan yang lebih terperinci dan seksama dibandingkan dengan petugas patroli.
Masa Depan Akuntansi Forensik
Dunia bisnis yang semakin kompleks, meningkatnya kecenderungan penyelesaian sengketa bisnis di pengadilan, dan makin menurunnya tingkat integritas masyarakat di negara maju–ini ditandai dengan terungkapnya sejumlah mega skandal, seperti kasus Ponzi Scheme oleh Bernard Madoff di Amerika Serikat yang merugikan nasabah kurang lebih US$ 50 billion– membuat profesi sebagai akuntan forensik makin dibutuhkan oleh semua pihak.
Di Indonesia, kasus-kasus korupsi yang makin banyak terungkap dan semakin beragam jenisnya dan belum terlihat ada kecenderungan penurunan juga pada hakekatnya membuktikan saat ini dan di masa datang makin diperlukan keahlian di bidang akuntansi forensik.
Menurut The U.S. News and World Report (2002), akuntansi forensik berada di urutan teratas daftar karir dengan masa depan paling cerah. US News & World Report mengidentifikasi akuntansi forensik sebagai salah satu dari “20 trek pekerjaan panas di masa depan.”
Sumber
hukumonline.com
http://akuntansi.nscpolteksby.ac.id/2013/03/melihat-akuntansi-forensik-dari_5.html
Makalah Akuntansi Forensik di Indonesia oleh Kesih Sukesih . 2012