Teknologi menjadi salah satu pilar penting dalam berbagai bidang. Penggunaan teknologi ditujukan untuk membantu manusia bekerja secara efektif dan efisien. Perubahan teknologi yang cepat membuat peran teknologi semakin signifikan baik bagi perusahaan ataupun perorangan. Setiap perusahaan berlomba – lomba untuk menggunakan teknologi secanggih mungkin untuk meminimalisir kesalahan. Tidak hanya pada bidang kesehatan, pertanian, perkebunan, dan pendidikan penggunaan teknologi gencar digunakan dalam kegiatan bisnis keuangan yang dikenal dengan financial technology (fintech)
Fintech adalah segmen dari dunia start-up yang memiliki fokus untuk memaksimalkan penggunaan teknologi guna mengubah, mempercepat, atau mempertajam aspek pelayanan keuangan yang tersedia saat ini. Artinya, fintech menjadi salah satu solusi bagi perusahaan dalam mempercepat proses transaksi hingga penyusunan laporan keuangan. Pada tahun 2015, nilai investasi ke dalam bidang fintech selama 9 bulan pertama mencapai $3,5 miliyar atau empat kali lipat dari investasi pada tahun 2014. Kenaikan nilai investasi ini menandakan bahwa minat perusahaan pada fintech semakin meningkat.
Akan tetapi, keuntungan yang diberikan oleh kedatangan fintech memberikan signal merah bagi industri keuangan konvensional. Laporan PricewaterhouseCooper (PwC) mengungkapkan 83% institusi jasa keuangan konvensional meyakini bahwa sebagian dari lahan bisnis mereka akan direbut oleh perusahaan fintech. Hal ini diperkuat pada laporan yang berjudul Blurred Lines: How Fintech is Shaping Financial Services yang memuat opini 544 Chief Executive Officer (CEO), Pemimpin bagian inovasi, Chief Information Officer (CIO), dan pejabat tinggi manajemen yang terlibat dalam dunia digital dan teknologi mengungkapkan bahwa 23% bisnisnya akan terancam dengan berkembangnya fintech.
Perbedaan dalam hal penyusunan laporan keuangan antara perusahaan fintech dan keuangan konvensional menyebabkan proses audit berubah. Perubahan proses ini terjadi sangat siginifikan pada tahap pengumpulan bukti, evaluasi, dan pengendaliannya. Selain Selain itu, dalam melakukan proses audit terhadap perusahaan berbasis fintech, auditor diharuskan untuk memiliki pengetahuan yang lebih luas terkait teknologi dan sistem informasi perusahaan. Biasanya, pelaksanaan pengendalian internal dan pengujian tidak jauh berbeda dengan akuntansi manual, hanya pada fintech auditor lebih menekankan pada auditting around the comuter. Hal ini juga tercantum di dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Standar Audit (SA) 335 paragraf tiga menjelaskan,
“Bila melaksanakan audit dalam lingkungan pengolahan data elektronik, auditor harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai perangkat keras, perangkat lunak, dan sistem pengolahan komputer untuk merencanakan penugasan dan ia harus memahami bagaimana dampak pengolahan komputer untuk merencanakan penugasan dan ia harus memahami bagaimana dampak pengolahan data elektronik terhadap prosedur yang digunakan oleh auditor dalam memperoleh pemahaman dan melakukan prosedur audit, termasuk penggunaan teknik audit berbantun komputer (computer-assisted audit techniques).”
Lebih terotomatisasi setiap kegiatan yang dilakukan oleh auditor dengan keberadaan fintech ternyata tidak serta-merta mempermudah pekerjaan auditor. Terkadang keberaadaanya malah menyebabkan proses audit jauh lebih sulit dibandingkan industri keuangan konvensional. Penggunaan teknologi seperti ini menimbulkan risiko baru, bahkan kesalahan kecil teknologi dapat menimbulkan masalah yang besar, seperti kasus Hershey’s Food ketika gagal dalam menjalankan usahanya karena teknologi yang digunakan mengacaukan sistem pemesanan serta distribusi sehingga membuat beberapa pelanggan tidak mendapatkan permen selama Halloween.
Untuk mengaudit perusahaan berbasis finansial teknologi, auditor harus memahami pengendalian internal, baik tentang pengetahuan umum ataupun pengendalian aplikasi serta memahami aplikasi dan teknologi yang digunakan. Auditor juga harus memahami proses transaksi yang masuk dan keluar dari fintech, informasi yang dimasukkan ke dalam komputer yang sudah diotorisasi (pengendalian input), mencegah, mendeteksi kesalahan yang mungkin terjadi ketika data transaksi diproses (pengendalian pemrosesan), dan review kelayakan data (pengendalian output). Semakin kompleks teknologi yang digunakan, kemampuan auditor dalam menguasai pengendalian harus semakin ditingkatkan untuk mengidentifikasi kesalahan dalam sistem.
Sumber :
Islahuzzaman. N.d. Dampak Teknologi Informasi terhadap Audit Laporan Keuangan. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjctcPElb3WAhXBs48KHSopC0MQFggqMAA&url=http%3A%2F%2Frepository.widyatama.ac.id%2Fxmlui%2Fbitstream%2Fhandle%2F123456789%2F1249%2Fcontent.pdf%3Fsequence%3D1&usg=AFQjCNEDaJ-uTTEuB47vOHXOzm9WTe_pqQ